WangSit

Wuku Sinta Minggu Pahing 23 Oktober 2022 Kolaborasi Bisnis Peternakan

Gambar
Watugunung, gugur. Mitologi pawukon ( astrology ) kali ini akan membuka kembali pemaknaan atas rotasi waktu, karakter orang, dan karakter hari . Wuku Sinta adalah wuku ( zodiac ) pertama dalam siklus pawukon ( astrology ). Dalam urutan zodiak Yunani,  Wuku Sinta  setara dengan zodiak  Aries  yang menempati urutan pertama. ~ Manuskrip Pawukon ~ Masing-masing wuku juga mempunyai pasangan mitologis seperti halnya zodiak. Mitologi Yunani kuno menyatakan, zodiak Aries berpasangan dengan Dewa Ares, sedangkan mitologi pawukon memberikan gambar-gambar simbolik bahwa wuku Sinta berpasangan dengan Bathara Yamadipati.  Untuk mengetahui tanggal kelahiran Anda termasuk dalam siklus Wuku Sinta atau tidak, Anda bisa menghitung sendiri melalui situs  BabadBali.com .  Data kelahiran Anda secara otomatis akan terkonversi pada wuku tertentu.  Mitos Dewa Ares dan Bathara Yamadipati mempunyai kemiripan karakter yakni sama-sama berkarakter pencabut nyawa. Dewa Ares mencabut nyawa orang melalui pertempuran,

Minggu Wuku Watu Gunung, 26 April - 2 Mei 2015, Kisah Gelar Perang dan Awal Tebar Benih


Mpu Totok Brojodiningrat
bersama Tombak Kanjeng Kyai Sigar Penjalin,
Kirab Budaya Nusantara di Kutai Barat, Kaltim (2015)


Wuku Watu Gunung dan Kisah Terjadinya Pawukon

Saat lembayung senja menggerayangi sudut sudut Taman Sari nan indah, Sang dewi Sinta yang cantik jelita tiada tara sedang asyik masyuk mencabuti satu dua rambut uban di Pasondholan (kepala) Prabu Watu Gunung. Bagaikan disambar petir dengan mata terbelalak dan jemari tangan tergetar hebat ketika menyibakkan rambut Sang Prabu ada sebuah bekas luka belang dikepala. Tertegun sesaat, kemudian Sang Dewi teringat kenangan yang terpatri abadi dalam jiwanya, peristiwa getir dan kelabu puluhan tahun yang silam. 

Dengan perut besar karena usia kehamilan menginjak bulan sembilan, seorang wanita muda cantik jelita menerobos lebat dan ganasnya hutan belantara, dengan air mata tiada henti meleleh lantaran diperas roda kepedihan yang teramat dahsyat....telapak kaki penuh berhiaskan onak duri hingga penuh darah penuh nanah.  Wanita cantik malang tersebut tak lain sebenarnya adalah Permaisuri Raja Palindriya. Walau dalam keadaan hamil tua tekadnya telah bulat, lebih memilih meninggalkan kemewahan hidup di istana daripada hidup dimadu dengan adiknya sendiri.

Setelah usia kehamilan memasuki Nawa Candra Dasa Ari (sembilan bulan sepuluh hari), maka terlahirlah bayi laki laki yang mencorong laksana Pratima mas (boneka emas) dengan tangisnya yang teramat keras seakan memenuhi seluruh belantara suara tangisnya, bayi tersebut diberi nama Raden Wudug, dengan penuh kasih sayang dirawat sendiri oleh ibunya.

Bulan berganti, musim berlalu, tanpa terasa sewindu sudah usia R. Wudug, alam rimba raya dan isinya, seperti harimau, gajah, kijang, monyet, berbagai burung dan binatang binatang lainnya adalah sahabatnya. Terkadang R. Wudug pulang terlalu sore membuat cemas ibunya.

Pada suatu hari ibunya terasa cemas sekali, karena semalaman R. Wudug tidak pulang, dan paginya baru pulang, dengan perut sangat lapar R. Wudug memaksa ibunya untuk segera menyiapkan makan, pada saat itu ibunya sedang sibuk menanak nasi dengan tangan kanan memegang Centhong (semacam alat/sendok untuk mengambil nasi). Karena lepas kendali maka secara reflek centhong itu dipukulkan ke kepala anaknya. Sambil mendekap luka di kepalanya yang mengucurkan darah segar R. Wudug mengaduh lirih tanpa keluar suara tangisnya, tertegun sesaat memandangi ibunya dengan hati tidak percaya ibunya akan tega melakukan itu.  Sekejap kemudian R. Wudug lari se-kencang-kencangnya meninggalkan gubug ibunya.

Ibu R. Wudug yang sejatinya adalah Dewi Sinta, dengan penyesalan yang teramat dalam mengejar dan meneriaki R. Wudug, akan tetapi R. Wudug lenyap bagaikan ditelan pertiwi dan bertiraikan lebatnya pepohonan rimba raya. Dalam hati R. Wudug merasa sudah tidak lagi disukai oleh ibunya, maka terus berlari dan berlari menjauh dari gubug dimana ibunya tinggal. Hidup terlunta lunta seorang diri dan mengganti namanya menjadi Raden Redite. Singkat cerita, tahu-tahu R. Redite telah berhasil menaklukkan penguasa Giling Wesi, R. Redite Sinengkak aken ing aluhur (dinobatkan) menjadi raja Giling Wesi bergelar Prabu Watu Gunung.

Pada suatu pagi yang cerah, di hutan yang asri, ketika Sang Prabu Watu Gunung sedang Membedhag Buron Wono (berburu dihutan), di tepi Sendang (mata air) yang airnya bening berkilau, dilihatnya ada seorang wanita muda yang teramat cantik jelita, tak ubahnya tetungguling Bidadari yang sedang turun dari taman swargaloka sedang mencuci kainnya, dengan rambut hitam legam setengah basah tergerai hingga pinggangnya. Oleh Prabu Watu Gunung disapanya wanita cantik jelita itu, dengan tubuh menggigil seakan tidak mampu berdiri dan bertumpu dikedua kakinya, dengan mata terbelalak terpesona ketampanan Sang Prabu, seketika itu tumbuh akar asamara merambat disekujur tubuh dan jiwanya...ketika Prabu Watu Gunung menyentuh lembut pundaknya, seluruh senar hati Sang Jelita tergetar hebat...

Demikian juga halnya dengan Prabu Watu Gunung, menggigil dalam hasrat dan tumbuh sayap-sayap kehendak untuk meminang Sang Jelita dalam rengkuhan singgasana cintanya yang agung. Gayung bersambut, Sang Jelitapun menerima pinangannya. Diboyonglah Dewi Sinta ke kerajaan untuk diajak Mukti wibowo hambau dendho hanyokrowati (menjadi permaisuri) mendampingi Sang Prabu Watu Gunung. Dan dewi Sinta samasekali tidak mengira bahwa yang menjadi suaminya adalah putra kandungnya sendiri.

Prabu Watu Gunung pun tidak mengira bahwa wanita jelita yang nampak masih perawan itu adalah ibu kandungnya sendiri. Dipikirnya tentu ibunya sudah meninggal atau kalau masih hidup pun tentu sudah tua renta. Adapun dewi Sinta tetap awet muda karena tiap hari siram jamas di Sendang Panguripan dan rajin minum jamu dedaunan awet muda hasil racikannya sendiri. Hubungan asmara terlarang sudah terlanjur terjadi, bubur tidak lagi mungkin kembali menjadi nasi. Hal yang bisa diupayakan Sang Dewi adalah mengakhiri hubungan asmara ini untuk menghindari kutukan Dewata.

Gambar Wuku Watugunung

Setelah Maneges (mohon petunjuk) akhirnya Sang Dewi mendapatkan petunjuk dari Hyang Widhi, ia mengajukan permintaan agar dimadu dengan tetungguling bidadari di Kayangan yang bernama Dewi Supraba, dengan alasan suatu kebanggaan dan kehormatan kalau dimadu dengan ratunya bidadari. Walau dengan basa basi, permintaan wanita yang amat dicintainya itu disanggupi. Tanpa menunggu waktu lama, Prabu Watu Gunung naik ke Kayangan Kaendran untuk meminang Dewi Suprobo. Tentu saja Batara Indra tidak mengijinkan, maka terjadilah perang tanding yang akhirnya dimenangkan oleh Prabu Watu Gunung. Seluruh dewa di Kayangan tidak ada yang mampu mengalahkan Prabu Watu Gunung. Maka majulah Senopati Perang para dewa yang amat terkenal sakti dan cerdik, yaitu Dewa Wisnu.

Menghadapi Dewa Wisnu yang amat cerdas dan sakti mandraguna itu, Prabu Watu Gunung menggunakan Gelar Perang yang di-support oleh dua istrinya yaitu Dewi Sinta dan Dewi Landhep dan dua puluh tujuh putranya, mengepung Dewa Wisnu dari delapan penjuru mata angin, angkasa dan pertiwi. Gelar perang yang sempurna ini tidak mampu ditembus oleh Dewa Wisnu, apalagi Prabu Watu Gunung menguasai ilmu kebal Lembu Sekilan, tidak bisa terkena senjata apapun. Menyadari tidak akan mampu menerobos formasi perang yang digelar oleh Prabu Watu Gunung, maka sebagai dewa yang amat cerdik, dewa Wisnu menantang untuk adu kecerdasan dan kepintaran otak. Prabu Watu Gunung langsung menerima tantangan tanpa menyadari bahwa diakali oleh dewa Wisnu. Adu kecerdasan itu dengan cara adu main catur.

Sampai ber hari hari pertandingan catur berjalan dengan seru, dewi Sinta semakin cemas, khawatir kalau dewa Wisnu kalah, maka akan gagal harapannya untuk menghentikan kutukan Dewata. Saat dewi Sinta masih tenggelam dengan puja semedinya, tiba-tiba terdengar Surak-Surak Manengker Gumuruh hamboto rubuh (suara tempik sorai) para dewa dewa yang meng-elu-elukan kemenangan dewa Wisnu.  Prabu Watu Gunung yang sakti mandraguna telah dikalahkan dengan kecerdikan dewa Wisnu.  Karena rasa malu yang tak tertanggungkan, maka dengan tertunduk lesu ditinggalkanlah tempat itu oleh Prabu Watu Gunung, dan ditempat yang sepi Prabu Watu Gunung mengakhiri hidupnya dengan cara Moksa. Menyaksikan hal itu maka dewi Sinta dan dewi Landhep ikut bela pati, yang juga diikuti oleh keduapuluh tujuh anak-anaknya.

Gelar perang Prabu Watu Gunung. Yang amat tangguh dan rapi ini mendapat pujian khusus dari dewa Wisnu, begitu pula dengan dewa-dewa lainnya juga mengagumi kehebatan Gelar Perang ini. Tiga puluh orang yang mumpuni dalam olah kanuragan guno kasantikan, telah menjadi Ruas-Ruas pertahanan, setiap Ruasnya memiliki kekuatan satu minggu lamanya. Diawali dari hari minggu hingga dengan hari Sabtu. Terus berjalan silih berganti tiada henti dalam setahun 30 wuku = 7 x 30 = 210 hari.

Rotasi Waktu Wuku Watu Gunung
Wuku Watu Gunung dibawah pengaruh Hyang Hanantaboga. Dalam minggu ini durasinya dari tanggal 26 April 2015 sampai dengan tanggal 02 Mei 2015 (Minggu kliwon ~ Sabtu Legi). 
Hyang Hanantaboga,
Simbol Minggu Wuku Watugunung

Tanggal 26 April 2015 (Minggu Kliwon): wataknya Rahayu. Baik sekali untuk kulakan hewan berkaki empat, seperti Sapi, Kerbau, kambing, Kuda.

Tanggal 27 April 2015 (Senin Legi): sangat baik untuk memulai menyebar benih padi. Memulai usaha agrobisnis dan usaha peternakan.

Tanggal 28 April 2015 (Selasa Paing): hari ini Satriya Wirang, tidak baik untuk bepergian, mendapatkan malu.

Tanggal 29 April 2015 (Rabo Pon): Tidak baik. Jangan mengambil keputusan/tindakan penting, karena yang ada dibumi akan sangat mudah bereaksi keras dan pada akhirnya akan menjadi sandungan dan halangan.

Tanggal 30 April 2015 (kamis Wage): wataknya Rahayu. Bepergian mendapatkan keselamatan. Bayi yang lahir akan banyak rejeki.

Tanggal 01 Mei 2015 (Jumat Kliwon): Tidak baik untuk bepergian.

Tanggal 02 Mei 2015 ( Sabtu Legi ): wataknya Rahayu. Baik untuk segala keperluan. Untuk menanam Polo kabrungkah (seperti ketela) baik.

Wuku Watu Gunung: Dewanya Sang Hyang Hanantaboga. Kayunya: Wijayakusuma. Burungnya: Gogik. Sangat menyukai ketenangan. Bersikap seperti pendeta. Berbadan Naga Jantan dan Betina. Menyukai Semedi/tirakat. Wuku Watu Gunung tidak bisa diam (kreatif). Celakanya jika Dianiaya. Kolo berada di Timur menghadap kebarat. Selama tujuh hari saat wuku Watu Gunung sebisa mungkin tidak mengadakan perjalanan penting kearah Timur.

Keris yang cocok untuk wuku Watu Gunung antara lain: Keris dhapur Sabuk Inten, keris dapur Sabuk Tampar, keris dapur Carangsoka, keris dapur Pandawa Cinarita, keris dapur Pandawa Lare.

Wuku Watu Gunung kali ini masuk Mongso Dhesta. Candrane: "Sotya Sinoro wedi". Mangsane manuk podho ngloloh. Bayi kang lahir ing mongso iki watake climut.

*climut: mudah mengambil benda yang tergeletak

Komentar

Baca Juga:

Minggu WUKU KURUWELUT (25-31 Januari 2015): SATRIA WIRANG dan TALI WANGKE: 25-31 Januari 2015

Minggu WUKU PAHANG DAN FILOSOFI KERIS, 18-24 Januari 2015

Minggu Wuku Gumbreg, 7 -13 Juni 2015, Turunnya Wahyu Kepemimpinan di Ratawu

Minggu/Wuku Wuye 27 September-3 Oktober 2015: Berpasangan Ideal dalam Pilkada dengan Landhep-Kuningan, Bercincin Sunkist Borneo

Minggu Wuku Kulawu, 12-18 April 2015, Hari Baik Memutuskan UU dan Penetapan Hukum

Minggu Wuku Marakeh, 1-7 Februari 2015, Saat Membongkar Bangunan

Profil Mpu Totok Brojodiningrat

Minggu Wuku Maktal, 22-28 Februari 2015, Kehati-hatian dalam Investasi

Minggu Wuku Julung Pujud, 11-17 Januari 2015: Tumbuhnya Generasi Paripurna

Minggu Wuku Manahil, 8-14 Maret 2015, Memulai Tanaman Bunga dan Bisnis Properti