A. Sekilas Bathara Kala
Pertautan antara Wayang dan Pawukon (ilmu tentang Wuku; astrologi) amatlah unik. Mpu Totok Brojodiningrat (Padepokan Keris Sumur BROJODININGRAT, Surakarta) memberikan interpretasi yang menarik, utamanya berkaitan dengan fenomena Wuku Langkir yang menaungi akhir tahun 2014 sampai dengan awal tahun 2015.
 |
Bathara Kala, Simbol Wuku Langkir |
Wuku Langkir yang menaungi adalah Hyang Bathara Kala, terjadi dari “Kama Salah” (air mani yang tidak tersalurkan dengan semestinya). Ketika Sang Hyang Manikmaya bersama istrinya, Dewi Uma, nganglang jagad naik Lembu Andini, di atas Nusakambangan,lembayung senja sinarnya menerpa betis indahnya Dewi Uma. Hingga, Hyang Manikmaya “Katetangi Brantaning Manah” (menggigil dalam hasrat), saat itu pula ingin sekali diladeni hasratnya oleh Dewi Uma diatas punggung Lembu Andini. Akan tetapi sang Dewi Uma menolaknya, disamping malu melakukan hubungan intim di tempat terbuka, juga sedang diatas kendaraan,pamali/pantangan untuk bersenggama.
Gejolak birahi yang berbuncah-buncah tidak lagi mampu dibendung oleh Hyang Manikmaya. Akhirnya sang Kama (air mani) tumpah ruah jatuh kedalam air samudra. Maka, seketika itu air samudra bergolak hebat seakan tidak bersedia menampungKama Salah. Dalam waktu singkat Kama itu berubah wujud menjadi makhluk yang sangat Nggegrisi dan dengan cepat tumbuh besar, liar dan amat rakus, seakan hendak menelan seluruh isi bumi menjadi mangsanya. Dan Kama Salah itu diberi nama Bathara Kala.
Untuk mengendalikan kerakusan Bathara Kala, sebagai ayahnya, Hyang Manikmaya meminta anaknya untuk sungkem/menyembah. Seketika itu juga lidah dan taring Bathara Kala yang sangat berbisa itu dipotong oleh Hyang Manikmaya. Potongan lidah menjadi senjata ampuh, anak panah yang “Bedhornya Wulan Tumanggal” yaitu PASOPATI yang kelak menjadi miliki Arjuna. Potongan taring sebelah kiri menjadi keris ampuh KALADITE, pusaka Surya Putra (Karna). Taring kanan menjadi keris KOLONADHAH, keris ampuh yang menghantarkan Prabu Tremboko ke kasedan jati.
Keris KOLONADHAH menggores telapak kaki prabu Pandu hingga menghantarkannya pada kamoksan. Kemudian keris KOLONADHAH menjadi pusaka andalan Arjuna hingga diserahkan kepada Gatutkaca sebagai “kancing gelung” saat akan mengawini Pergiwa. Bathara Kala, pada pemerintahan prabu Jayabaya di Kadiri, pernah menjelma ke dunia sebagai Prabu Yaksadewa.
Berikut adalah ungkapan puitik penuh makna dari Wuku Langkir:
Kala, sarto nyokot jasade kang miyat giris. Candala wangkot budine. Murka keh larangane. Tan darbe banyu tan darbe gedhong, kayune ingas panas aten. Cemara sol tan kena ing ayuban, tur rame wicarane. Manuk gemak wadon prajurit pambegane, ber kawanen tan amawang ing wong. Tan ajrih ing sasami, tur karem panggawe luput. Tan darbe umbul-umbul. Barang kang miyarso cilik atine. Candrane gunung gumaludhug nanging tan mitayani. Bilahine durjono myang kakerengan. Tulak slamet ana sega wuduk dang-dangan beras sepitrah. Iwak wedhus lan iwak loh linambaran jangan kang pepak. Dongane slamet pina. Langkire andawani, tegese bilahi gone lawe prakara. Pangruwating bilahi “Bendho nem iji gluntung lan ambengan weton”. Slawate limang ketheng. Kang darbeni wuku yen peteng atine nylametana nuju weton pawukone. Kala aneng kidul wetan, pitung dina aja marani kala.
B. Amatan Wuku
Penghitungan Wuku Langkir, menurut Mpu Totok Brojodiningrat (Padepokan Keris BROJODININGRAT, Surakarta), melingkupi sepanjang tanggal 28 Desember 2014 sampai dengan 3 Januari 2015. Periode Wuku Langkir ini memasuki “Mongso Kapitu” dengan pencandraan sebagai berikut:
Wisa Kentar ing Maruta
Mongso iki akeh lelara panas lan weteng. Akeh kali banjir lan angin gedhe. Wong sesawah wiwit tandur. Bayi lair ing mongso iki watake brangasan, seneng gawe lara atine liyan.
Artinya, Wisa yang diterbangkan angin. Dalam periode Mongso ini banyak orang yang sakit panas dan sakit perut. Begitupula banyak sungai meluap, banjir, tanahlongsor dan angin besar. Orang kerja di sawah dan memulai masa tanam. Bayi yang lahir pada Mongso ini, wataknya cenderung emosional dan melukai hati sesama.
28 Desember 2014, Minggu Legi
Rahayu, baik untuk memulai bercocok tanam, utamanya pula bagus untuk melakukan penanaman modal yang ada kaitannya dengan pangan.
29 Desember 2014, Senin Paing
Hari Sampar Wangke. Pantangan untuk (1) bersenggama; (2) memotong bambu dan sejenis pohon surian karena akan bubukan; (3) mantu dan hajatan.
30 Desember 2014, Selasa Pon
Rahayu, baik untuk bepergian urusan niaga/bisnis, banyak rejeki. Bayi yang lahir khusus pada hari ini cenderung banyak rejeki.
31 Desember 2014, Rebo Wage
Rahayu, baik sekali untuk melakukan ritual dan tirakat dalam kaitannya denganmulat sarira hangroso wani (introspeksi).
1 Januari 2015, Kemis Kliwon
Rahayu. Baik sekali untuk memulai sebuah kehidupan, memulai usaha ternak dan usaha pangan. Hari pertama pada tahun 2015 merupakan hari yang baik untuk memulai segala sesuatu tindakan yang mengarah kepada kehidupan baru.
2 Januari 2015, Jum’at Legi
Rahayu. Baik untuk urusan melamar dan mencari jodoh, menanam polo kabrungkah(palawija) dan usaha pertanian lainnya. Selain itu, disarankan untuk menjamasi pusaka.
3 Januari 2015, Sabtu Paing
Rahayu. Baik untuk melamar, mencari jodoh, menjalin kerjasama usaha, melamar pekerjaan dan membuat nota kesepakatan (MoU; Memorandum of Understanding).
C. Interpretasi
Akhir tahun 2014 merupakan sisa waktu yang penting untuk melakukan penguatan ketahanan pangan, baik pada level diri, keluarga dan skala nasional. Wuku Langkir dan pencandraan “Wisa Kentar ing Maruta” memberikan aspek perencanaan kedepan untuk memulai bisnis di bidang pangan. Hal ini memiliki relevansi yang tinggi ditengah kondisi bangsa yang sedang terancam dengan krisis beras. Apalagi jika beras Vietnam sudah mulai masuk ke Indonesia secara bebas dan mengalahkan daya beli masyarakat terhadap beras lokal (nusantara).
Sisi menarik lainnya adalah sinyalemen “Mongso Kapitu” untuk memperhatikan pola makan di akhir tahun 2014. Situasi pola makan yang berlebihan di saat liburan panjang akan berdampak buruk terhadap kesehatan tubuh. Wajar kiranya jika tuntunan ilmu pawukon memberikan titik-tekan terhadap tanggal 31 Desember 2014 agar terdapat alokasi waktu untuk melakukan introspeksi.
Barulah pada keeseokan harinya, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan 3 Januari 2015 untuk memulai usaha baru, membuka kehidupan baru dan merawat pusaka (keris dan tombak pusaka). Puncaknya adalah pada tanggal 3 Januari 2015, tiap individu mencapai kesepahaman antar pihak untuk kemajuan yang lebih progresif.
Tombak Dhapur Gunungan, Pamor Sulur Ringin. Koleksi: Anom S Putra
Karya: Mpu Basuki T Yuwana (Padepokan Keris BROJOBUWANA, Karanganyar, Jawa Tengah)
Sang bayi yang baru lahir pada akhir tahun, sebaiknya diperhitungkan metode asupan untuk kecerdasan emosionalnya. Howard Gardner, pencetus kecerdasan jamak (multiple intelligence), kiranya dapat difungsikan sebagai pelengkap analitik untuk kecerdasan sang bayi pada 4-5 tahun kedepan. Bayi yang terlahir pada Wuku Langkir, Mongso Kapitu, menuntut penataan kecerdasan inter-personal agar lebih mudah memahami orang lain. Salah satunya adalah melepaskan enerjinya ke ruang-ruang kecerdasan kinestetik melalui metode tactile (sentuhan), agar sang bayi teroptimalkan dalam mengekspresikan keseimbangan “aura” Kuning (air) dan Merah (api) dalam dirinya. Kecenderungan aura ini dapat kita lihat pada warna dominan dalam gambar “Bathara Kala” sebagai simbol Wuku Langkir.
Refleksi lainnya terhadap simbol Bathara Kala adalah simbol kehati-hatian terhadap sang waktu yang akan melumat seluruh usaha kita jika tidak peka terhadap fenomena alam seperti banjir, longsor dan sebagainya. Ajaran ilmu ketatanegaraan (Hasta Brata) setidaknya sudah mulai diperankan sedemikian rupa agar struktur pemerintahan era Jokowi-JK ini segera bergerak untuk mengantisipasi fenomena alam (banjir dan seterusnya) dan tercapainya suatu kesepakatan antar institusi pemerintahan untuk segera bekerja, bekerja…bekerja….* [anom]
Komentar
Posting Komentar
Konsultasi/diskusi lebih lanjut, silahkan posting di kolom komentar